Desember 22, 2025
IMG-20251211-WA0055

Makassar — Gerakan Misi Keadilan (GMK) menggebrak publik Makassar melalui aksi unjuk rasa di Kantor DPD Koperasi Simpan Pinjam (KOSIPA) Wilayah Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Kamis (11/12/25). Dalam orasi ilmiah yang bernada keras, orator sekaligus korlap aksi, Wawan Nur Rewa, membeberkan dugaan pelanggaran fatal yang selama tiga dekade diduga dilakukan KOSIPA: beroperasi tanpa badan hukum sah, menyerap dana dari ratusan unit koperasi, hingga indikasi kuat rekayasa pajak yang berpotensi merugikan negara miliaran rupiah setiap tahun.

Operasi 30 Tahun Tanpa Legalitas: “Ini Bukan Koperasi, Ini Skema Ilegal Berbaju Koperasi”

Dalam orasinya, Wawan menegaskan bahwa KOSIPA Sulselbar diduga berjalan sekitar 30 tahun tanpa legalitas formal sebagai badan hukum koperasi. Meski demikian, lembaga ini tetap menghimpun dana dari kurang lebih 100 unit koperasi di wilayah Sulsel dan Sulbar. Dengan estimasi setoran miliaran rupiah per tahun, GMK menilai operasional ini tidak hanya cacat formal, tetapi sudah masuk ranah tindak pidana korporasi.

Lebih jauh, Wawan menuding adanya rekayasa laporan pajak penghasilan yang diduga dilakukan secara sistematis untuk menghindari kewajiban negara. Ia menyebut, jika dugaan ini terbukti, maka kerugian negara dapat mencapai puluhan miliar rupiah setiap tahun.

“Segera audit Kosipa! Operasional tanpa badan hukum, kelola puluhan miliar, tidak jelas pajaknya. Jika benar, cabut izin dan periksa semua yang terlibat,” tegas Wawan lantang.

GMK menyebut pola operasi KOSIPA bukan lagi maladministrasi, tetapi sebuah mekanisme penghimpunan dana ilegal yang dibungkus terminologi koperasi demi mengelabui publik.


Kasus Nur Amin Tantu: 25 Tahun Menitip Dana, Rp 2,1 M Tak Pernah Dikembalikan

Salah satu korban yang paling disorot adalah Nur Amin Tantu, yang selama ± 25 tahun menitipkan dana secara bertahap hingga total Rp 2,1 miliar. Namun hingga kini, modal tersebut tidak pernah dikembalikan, tanpa adanya penjelasan resmi maupun pertanggungjawaban dari pengurus Kosipa.

Alih-alih memberi klarifikasi, korban justru dituduh berbagai hal yang dianggap Wawan sebagai upaya sistematis untuk mengalihkan kesalahan dan menolak pengembalian modal.

“Mereka menciptakan manajemen konflik. Membuat tuduhan tak masuk akal kepada korban agar modalnya tidak dikembalikan. Unit-unit di lapangan dijadikan boneka untuk menutupi kesalahan di atas,” ujar Wawan.

GMK menyimpulkan bahwa pola ini menunjukkan dugaan penyalahgunaan wewenang, manipulasi data, dan praktik penghimpunan dana tanpa izin.


Tuntutan GMK: Audit Menyeluruh, Penegakan Hukum, dan Cabut Izin

Dalam pernyataan sikapnya, GMK mengajukan enam tuntutan utama:

  1. Pengembalian penuh modal investasi Nur Amin Tantu sebesar ± Rp 2,1 miliar sesuai bukti kwitansi.
  2. Transparansi total pengelolaan dana selama ± 30 tahun yang diduga berkaitan dengan TPPU.
  3. Pemeriksaan menyeluruh oleh APH terhadap seluruh transaksi keuangan KOSIPA, mengingat dugaan tidak adanya badan hukum.
  4. Pemeriksaan dari Kemenkeu, Ditjen Pajak, OJK, Gubernur Sulsel, DPRD Sulsel, dan APH terkait dugaan manipulasi pajak.
  5. Pencabutan izin operasional KOSIPA bila terbukti ilegal.
  6. Penangkapan dan proses hukum terhadap pihak pengendali dan kaki tangan yang terlibat.

Wawan mengaku telah melaporkan KOSIPA ke Polda Sulsel dan sejumlah instansi terkait. Ia bahkan menyatakan siap mengirim surat kaleng ke Istana Negara untuk mempercepat penanganan kasus ini.

“Saya tidak main-main. Atas izin klien saya, saya sudah laporkan dugaan kejahatan pajak dan kerugian korban. Ini akan kami bawa sampai pusat,” tegasnya.


Aksi Ricuh: Preman Diduga Keluar dari Kantor Kosipa Serang Massa

Aksi GMK yang melibatkan ratusan massa berakhir ricuh. Berdasarkan pantauan lapangan, kericuhan dipicu oleh sekelompok preman bersenjata tajam yang muncul dari dalam halaman Kantor DPD KOSIPA dan menyerang massa aksi.

Serangan itu mengakibatkan sejumlah peserta aksi mengalami luka robek di bagian kepala akibat terkena lemparan batu dan sabetan benda tajam.

GMK menilai tindakan tersebut sebagai indikasi adanya kelompok tertentu yang mencoba melindungi kepentingan pengendali Kosipa dengan cara-cara kriminal.


Laporan:RED

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *